MATI...!!

Selasa, 19 Mei 2009

Saat keluh tak terdengar
Saat tanya tak terjawab
Saat hasrat tak berujung

Hati rasa mati...
Jiwa rasa beku...
Raga rasa mati...

Tak ada setengah mati
Tak ada separuh mati
Yang ada...mati
Mati...ya...mati
Tapi tolong kau dengar keluh kami
Tolong kau jawab tanya kami
Sebelum aku mati..sebelum kau mati Selengkapnya...

BAHTERA RAPUH

Aku tak mengerti...
Saat kau bilang cinta tak akan cukup untuk membangun sebuah bahtera
Aku tak mengerti...
Saat kau bilang perhatian dan kasih sayang
Tak akan kuat mengayuh bahtera menembus samudera...
Tak akan mampu menghembus layar-layar yang telah terkembang
Aku tak akan mengerti..

Lalu kau biarkan layar-layar rasaku robek..tercabik-cabik
dan kemudian terbang terbawa angin laut
Lalu kau biarkan kayuh-kayuh hatiku lapuk lalu patah
dan kemudian hanyut terbawa air biru
Lalu kau biarkan dalam darahku mengalir pahitnya sesal
dan asinnya dendam tak berujung

Bahtera kita memang tersusun dan terbentuk dari serpihan-serpihan dosa dan nista
Namun jangan biarkan lagi riak-riak air menyusup diantara dinding-dinding
bahtera yang rapuh
Jangan biarkan lagi gulungan ombak menghancurkan pasak-pasak
bahtera yang keropos

Aku lelah...
Aku ingin pejamkan mata dibawah sejuknya senyum matahari pagi
Aku ingin sematkan napas terakhirku diantara lembutnya awan-awan putih yang berarak
Aku ingin benamkan ragaku diantara halusnya pasir-pasir putih
Di pulau yang kita tuju Selengkapnya...

MANDUL

Minggu, 17 Mei 2009

Wajah Aldi terlihat begitu sumringah saat kembali menjejakkan kakinya dipintu masuk kantor sejak seminggu yang lalu tak ia sambangi saat ia mendampingi istrinya melahirkan anak kedua mereka. Apalagi saat teman-teman satu kantor yang tak sempat datang berkunjung saat kelahiran anaknya itu menyalami dan memberi ucapan selamat kepadanya, sungguh merupakan kebahagian dan kebanggaan tersendiri baginya. Sebagai seorang lelaki sekaligus seorang suami terasa kebahagiannya begitu lengkap, bagaimana tidak ? sejak anak pertamanya yang perempuan mulai beranjak besar, ia telah lama mendambakan seorang anak laki-laki dan kini yang ia damba-dambakan telah hadir kedunia. " Sungguh Maha Pemurah Tuhan telah mengabulkan segala keinginanku," Ucap syukurnya. Saat kelahiran anak keduanya itu segala kebutuhan untuk istrinya saat melahirkan dan segala kebutuhan si jabang bayi semua Aldi siapkan sendiri. Sangat berbeda dengan kelahiran anak pertamanya karena saat itu segala sesuatunya masih banyak yang membantu, baik orang tuanya sendiri maupun orang tua dari istrinya. Hal itu bisa dimaklumi karena bagi mereka anak pertama Aldi itu adalah juga cucu pertama mereka, Aldi adalah anak pertama dari tiga bersaudara sedangkan istrinya merupakan anak tunggal.Sehingga seringkali terlihat dan terkesan agak lucu saat ibu kandungnya juga ibu mertuanya saling berebut menggendong cucu pertama mereka. Sekarang situasinya sangat jauh berbeda karena baik ibu kandung Aldi maupun ibu mertuanya tidak bisa mendampingi saat anak keduanya lahir kedunia. Ibu kandungnya kebetulan sedang sakit sedangkan ibu mertuanya telah meninggal dua tahun yang lalu, bapak mertuanyapun tak bisa hadir karena agak sibuk mengurus bisnisnya di Surabaya tapi berjanji akan menengok cucunya saat ada kesempatan. Praktis hanya bapaknya saja yang turut mendampingi Aldi di rumah sakit saat masa persalinan istrinya, namun hal itu tak menyurutkan kegairahannya menyambut kelahiran si jabang bayi apalagi ia telah mengetahui bahwa yang akan lahir berkelamin laki-laki dan Aldipun sangat bersemangat menanti kelahiran anak yang ditunggu dan didamba-dambakan kehadirannya, karena tiga tahun menanti dirasakannya begitu lama dan kini iapun bahagia...sangat bahagia.
" Hei..Aldi !, selamat ya..! laki-laki atau perempuan...?," sapa temannya Randy saat mereka berpapasan di pintu masuk.
" Makasih...laki-laki..!," jawab Aldi sambil menebar senyum." Wah hebat..!, sudah sepasang sekarang..!," timpal Yuda sahabatnya yang lain. Aldi masih tetap mengumbar senyum sambil membalas jabatan tangan Yuda juga teman-teman yang lain. Namun didepan Yuda ada perasaan tak enak hati bercampur iba bila ia terlihat terlalu bergembira dengan kelahiran anaknya sehingga ia berusaha bersikap biasa-biasa saja untuk menjaga perasaan Yuda karena sahabatnya itu yang juga sudah menikah sampai saat ini belum juga dikaruniai anak sejak pernikahannya tujuh tahun yang lalu. Tentunya Yuda juga ingin merasakan kebahagiaan yang Aldi rasakan saat ini dan itu tergambar jelas dari raut wajahnya dan nada getir dari ucapannya tadi. Yang mungkin lebih menyakitkan bagi Yuda adalah sudah menjadi rahasia umum bila teman-teman kantornya menganggap ia mandul, terkadang gunjingan-gunjingan negatif sering sering dialamatkan kepadanya walau tidak pernah diungkapkan secara terang-terangan. Namun sesungguhnya Yuda telah mengetahui dan mendengar gunjingan-gunjingan itu yang seakan-akan mengolok dirinya, tapi untungnya ia cukup bijak menanggapinya dengan kepala dingin, lagipula ia merasa tak ada untungnya ia menanggapi apalagi marah karena memang itu kenyataan yang ia harus hadapi. Sebagai sahabat, Aldi cukup mengerti apa yang dirasakan Yuda dan sering menanggapi keluh kesah Yuda dengan selalu membesarkan hatinya untuk tetap bersabar dan terus berdoa, barangkali saat ini Yang Maha Kuasa belum mengijinkannya untuk memiliki keturunan. Sebenarnya Yuda sudah cukup berusaha dengan memeriksakan dirinya bersama istri ke rumah sakit dan secara medis sebenarnya Yuda dinyatakan sehat begitu pula istrinya, tak ada masalah sehingga mereka sebenarnya masih berpotensi untuk memiliki anak. Selain ke dokter, Yudapun sempat berusaha menemui orang pintar di daerah Banten Jawa Barat yang sudah terkenal mumpuni dalam hal menangani keluhan para pasiennya terutama yang menyangkut masalah sulit mendapat keturunan. Namun sudah sekian lama hasilnya belum juga tampak, malah justru Aldi yang saat itu juga ikut mengantar kini bertambah anaknya. Dan sejak usaha terakhirnya itu belum ada lagi usaha yang Yuda lakukan, sepertinya ia sudah pasrah dan sejak itu pula Yuda tak pernah berkeluh kesah atau bertukar pikiran dengan Aldi tentang keinginannya untuk mempunyai anak. Namun di suatu kesempatan Aldi pernah mengutarakan usul agar Yuda mengangkat anak asuh ataupun mencoba mengikuti program bayi tabung, tetapi Yuda menolak untuk mengangkat anak asuh dengan alasan bila ia mengangkat anak asuh ada kekhawatiran dalam dirinya bahwa nantinya ia tidak sungguh-sungguh mencintai dan menyayangi anaknya itu sebagaimana layaknya anak dari darah dagingnya sendiri. Sedangkan untuk mengikuti program bayi tabung, ia belum mau memikirkan hal itu lebih jauh selain karena biayanya mahal ia juga masih berharap dapat memiliki anak yang lahir dari proses yang normal dan alami. Dan sejak saat itu Aldi berusaha tidak membicarakan hal-hal yang bisa menyinggung perasaan Yuda terutama mengenai masalah anak hingga beberapa bulan kemudian.

* * * * * * * * * *

" Hei...!, bagaimana kabar anakmu..? sudah bisa apa sekarang..!?," tanya Yuda suatu pagi dan sedikit mengagetkan Aldi.

" Oh..kau Yud..!, ya alhamdulillah..sekarang sudah mulai belajar merangkak..,"

" Wah..cepat juga ya..!, eh..ngomong-ngomong aku mau membicarakan sesuatu, sibuk..nggak..?".

"Oh..nggak..!, tapi ada apa sih..sepertinya serius bener..?,"

" Serius sih..nggak, cuma setelah kupikir-pikir aku merasa ingin mencoba usul yang pernah kau utarakan beberapa waktu lalu, " ujar Yuda setengah berbisiksambil menarik tangan Aldi sedikit menjauh dari teman-temannya.

" Usul yang mana Yud..!?,"

" program bayi tabung..!,"
" Oh..yang itu, baguslah..!, tapi bagaimana dengan istrimu..?," tanya Aldi

" Dia sih..setuju-setuju saja, bahkan cukup antusias..," tapi sekarang aku butuh bantuanmu, masalahnya aku juga istriku belum mengerti benar proses dalam menjalani program bayi tabung itu. Bagaimana..kau bisa bantu..?"

" Wah..sebenarnya aku juga nggak tahu banyak tentang itu, bagaimana kalau kita cari tahu langsung di rumah sakit yang mempunyai fasilitas untuk program tersebut..!?" usul Aldi.

" Ya..aku setuju..!" ujar Yuda, dan merekapun sepakat sepulangnya dari kantor mereka akan singgah ke sebuah rumah sakit.

Dengan diantar Aldi, Yudapun akhirnya mengunjungi sebuah rumah sakit yang cukup ternama di ibukota untuk konsultasi dan mengetahui lebih jauh mengenai program bayi tabung seperti yang ingin mereka ketahui. Saat konsultasi dengan dokter yang menangani program bayi tabung, mereka mendapat penjelasan secara terperinci dan mendetail mengenai langkah-langkah yang harus dijalani dalam pelaksanaan program tersebut. Pada kesempatan itu, dokter juga mengatakan bahwa program ini belum menjamin seratus persen berhasil. Untuk itu dokter menganjurkan Yuda untuk menjaga kesehatan jasmani maupun rohani terutama kesiapan mental, dijelaskan pula bahwa langkah pertama yang akan dilakukan pihak rumah sakit yaitu mengadakan pemeriksaan untuk mengetahui tingkat kesuburan pasangan suami istri yang melaksanakan program tersebut, hal itu penting dilakukan untuk menentukan langkah-langkah selanjutnya. Karena sudah berada di rumah sakit maka segera saja ia memeriksakan tingkat kesuburannya tanpa menunggu istrinya yang mungkin baru akan diajaknya esok hari. Sedangkan Aldi yang semula berniat hanya untuk mengantar Yuda, entah iseng atau hanya dorongan untuk memenuhi rasa keingin tahuannya saja iapun ikut-ikut mendaftarkan diri untuk memeriksa tingkat kesuburannya juga.

Beberapa hari kemudian Aldi kembali mengantar Yuda beserta istrnya kembali ke rumah sakit tersebut selain untuk memeriksakan istrinya Yuda tapi juga ingin mengetahui hasil pemeriksaan yang telah dilakukan beberapa hari yang lalu. Hari mulai beranjak siang, Yuda dan istrinya duduk di ruang tunggu setelah menyelesaikan sesi pemeriksaan dan kemudian menunggu Aldi yang saat itu mendapat giliran untuk bertemu dokter. Tak lebih dari setengah jam Aldipun keluar dari ruang dokter namun ada yang aneh dengan Aldi, wajahnya terlihat pucat pasi, raut mukanya seperti baru saja melihat sesuatu yang mengerikan dan kini ia terlihat seperti orang yang linglung. Tanya dan teguran dari Yuda dan istrinya seperti tak ia hiraukan, hanya menoleh sebentar lalu kemudian berlalu dengan langkah gontai namun sebentar kemudian Aldi melangkah lebih cepat dan setengah berlari meninggalkan Yuda dan istrinya yang saling berpandangan kebingungan. Dengan wajah muram Aldi meninggalkan rumah sakit itu dan kemudian tancap gas menuju ke rumah sakit besar lainnya, entah apa yang ia lakukan.

Keesokan harinya, dikantor perangai Aldi berubah seratus delapan puluh derajat. Tidak seperti biasanya, ia menjadi seorang yang pemurung dan mudah tersinggung sehingga sama sekali tidak bisa diajak bergurau. Hal itu membuat teman-temannya di kantor menjadi bertanya-tanya apa sesungguhnya yang telah terjadi dengan Aldi, Yudapun bungkam saat ditanyakan perihal Aldi dan hanya mengangkat bahunya sambil menggeleng tidak tahu, bahkan Yuda sendiripun terlihat sekali berusaha menjaga jarak dengan Aldi sekalipun hanya untuk sekedar tegur sapa karena Yuda tahu betul sifat Aldi dan saat-saat seperti itu tak ada gunanya mendekati Aldi. Sedangkan Aldi terlihat lebih banyak membisu, hanya sepatah..dua patah kata keluar dari mulutnya itupun hanya seputar pekerjaan dan tak lebih dari itu. Keadaan seperti itu berlangsung beberapa hari, hingga sampai hari keempat tak seperti biasa Aldi datang agak pagi dan kemudian terlihat mengerjakan tugas kantor dengan tergesa-gesa. Setelah satu persatu teman kerjanya datang dengan segera ia merapikan berkas-berkas di meja kerjanya lalu iapun beranjak dari tempat duduknya dan pergi. Belum genap sepuluh langkah ia berpapasan dengan Yuda dan iapun pamit keluar kantor.

" Yud..aku keluar dulu..!", ujarnya

" Mau kemana Al..?, tanya Yuda tanpa sedikitpun mendapatkan jawaban. Yuda sebenarnya tak mau ambil pusing dengan sikap Aldi namun ia merasa ada sesuatu yang membuatnya tiba-tiba menjadi khawatir. Yuda tak tahu Aldi akan pergi kemana, rupanya Aldi menuju rumah sakit yang beberapa hari lalu ia kunjungi dan sengaja ia datang agak pagi karena ia ingin mengetahui lebih cepat apa yang ingin ia ketahui. Ternyata ia melakukan pemeriksaan ulang dan dirumah sakit lain tentang tingkat kesuburan dirinya, hasil pemeriksaan di rumah sakit pertama yang ia lakukan bersama Yuda membuatnya jengkel dan marah. " Tidak masuk akal..!?", pikirnya saat itu. Kini ia ingin pemeriksaan yang kedua hasilnya seperti yang ia harapkan dan menganggap hasil dari pemeriksaan yang pertama adalah bohong belaka.

Saat tiba gilirannya keruangan dokter, dadanya berdegup kencang. Kakinya tiba-tiba menjadi berat untuk melangkah, rasanya ia tidak siap mendengar kemungkinan terburuk dari hasil pemeriksaan yang sebenarnya ia tunggu-tunggu sejak beberapa hari yang lalu. Namun seperti halnya pada saat menerima hasil pemeriksaan yang pertama, sekeluarnya Aldi dari ruang dokter terlihat wajahnya memerah, samar-samar terlihat air mata menggenangi pelupuk matanya lalu iapun berlalu meninggalkan ruang dokter. Sejenak ia berhenti dan duduk di bangku ruang tunggu, matanya menerawang kelangit-langit entah apa yang ia pikirkan. Sebentar kemudian ia meremas-remas rambut dikepalanya, terlihat sekali ia menahan geram, sesal serta amarah yang meluap-luap lalu ia beranjak dan melangkah gontai menyusuri lorong rumahsakit. Sambil melangkah ia mengeluarkan handphonenya dan menghubungi Yuda. Yuda yang memang sedari tadi terlihat gelisah menunggu kabar dari Aldi segera mengangkat handphonenya.

" Yud..aku minta maaf.., sampaikan juga maafku ke temen-temen yang lain..!", ucap Aldi dengan nada agak tersenggal menahan sesak didadanya.

" Maaf..?, tunggu..tunggu..! apa yang harus dimaafkan Al..!?", tanya Yuda bingung. Tapi Aldi meneruskan ucapannya tanpa menghiraukan apa yang ditanyakan Yuda.

" Sampaikan juga pada istriku dan katakan padanya bahwa aku tak siap dan tidak bisa menjadi ayah dari anak-anaknya..", ujar Aldi lagi. Sesaat Yuda sempat terperangah mendengar ucapan Aldi itu.

" Lho..maksudmu apa Al ?, anaknya..anakmu juga kan..!?".

" Tidak Yud..!, mereka bukan anakku..!".

" Eh..tunggu Al..!, apa..?", terlambat..Aldi sudah mematikan handphonenya, Yuda mencoba menghubungi kembali tapi tak dijawab. Yuda sedikit agak panik, hatinyapun kembali was-was dan kegelisahan Yuda sempat terbaca oleh teman-teman sekantor, merekapun bertanya-tanya dan ingin tahu apa yang sebenarnya dialami Aldi karena mereka sempat menguping pembicaraannya tadi namun Yuda masih berusaha menutupinya.

Tepat pukul 11.00 siang, disalah satu sudut ruang kantor beberapa karyawan terlihat serius menyaksikan breaking news dari salah satu stasiun televisi swasta yang menayangkan langsung berita kecelakaan mobil dari tempat kejadian. Kecelakaan menimpa sebuah mobil Toyota corona yang jatuh terguling dari atas jalan tol Tanjung Priuk. Menurut beberapa saksi mata yang diwawancarai, mobil melaju sangat kencang dari arah Tanjung Priuk ke arah cawang. Sebelum jatuh dan terguling, mobil sempat menyerempet sebuah truk didepannya lalu mobil oleng kekiri dan kemudian mobil berguling-guling beberapa kali hingga akhirnya melompati pagar beton jalan tol dan meluncur deras kebawah jalan tol dan jatuh persis ditengah jalan protokol. Yuda terkesiap menyaksikan tayangan itu, dilihatnya mobil itu persis sekali dengan mobil milik Aldi walaupun tak terlihat lagi bentuknya karena sudah dalam kondisi rusak parah. Dengan berdebar-debar ia menunggu kamera memperlihatkan plat nomer kendaraan itu untuk memastikan bahwa itu benar-benar mobil Aldi.

" Astaga..!!, itu Aldi..!", ujarnya setengah berteriak. Teman-teman yang lainpun terperangah, lalu tanpa basa-basi Yudapun berlari keluar kantor.

" Aku ikut Yud..!", ujar salah satu temannya, dan dalam sekejap ruang kantor menjadi ramai dengan isak tangis teman-teman Aldi setelah mereka juga yakin bahwa yang mengalami kecelakaan itu adalah Aldi teman sejawat mereka. Selang beberapa menit kemudian, Yuda dan Budi sampai ditempat kejadian yang kebetulan letaknya tak begitu jauh dari kantor mereka di daerah Tebet. Di sekeliling tempat kejadian sudah banyak orang berkerumun menyaksikan kecelakaan tragis itu, arus kendaraanpun menjadi macet karena kendaraan itu jatuh persis di tengah jalan protokol. Terlihat beberapa petugas berusaha keras mengeluarkan pengendara mobil dengan memotong badan mobil karena pengemudinya dalam keadaan terjepit didepan kemudinya dan sulit untuk ditarik keluar. Yuda mencoba merangsek kedepan mendekati mobil itu namun di halang-halangi seorang petugas.

" Itu teman saya pak..!" ujar Yuda sedikit histeris.

" Maaf pak..! nanti saja..sekarang biarkan kami yang bekerja...!", balas petugas itu tegas.
Yudapun hanya bisa menatap dari kejauhan tapi terlihat jelas bahwa pengemudi kendaraan itu adalah benar Aldi. Hatinya tersayat pedih menyaksikan Aldi yang kaku tak bergerak dengan wajah dan sekujur tubuhnya bersimbah darah sementara para petugas masih bekerja keras untuk mengeluarkannya. Yudapun tak kuasa menahan sedih dan harunya, tanpa disadari airmatanyapun menetes apalagi saat ingat beberapa hari lalu dirumah sakit tempat ia menjalani program bayi tabung. Setelah Aldi keluar dari ruang dokter dan tanpa basa basi meninggalkannya begitu saja, Yuda berinisiatif menanyakan perihal Aldi kepada dokter yang memeriksa. Dengan beberapa alasan yang diutarakan Yuda, dengan sidikit terpaksa akhirnya dokter itu memberi sedikit penjelasan perihal Aldi, " dari pemeriksaan laboratorium yang telah kami lakukan terhadap saudara Aldi, kami bisa menyimpulkan bahwa tingkat kesuburan sperma dari saudara Aldi sangat rendah dan maaf kalau boleh saya bilang bahwa saudara Aldi mandul karena secara alamiah bisa dikatakan sperma saudara Aldi tak akan mampu membuahi sel-sel telur dalam rahim seorang wanita". Yuda sedikit terhenyak mendengar pernyataan dari dokter itu.
" Maaf..dok !, apakah kemandulannya disebabkan adanya penurunan tingkat kesuburan karena bertambahnya usia dok..?", tanya Yuda lagi.
" Kami belum melakukan pemeriksaan lebih lanjut, tetapi bila melihat tingkat kesuburan dari saudara Aldi saya merasa kemungkinan besar kemandulannya akibat adanya kelainan anatomi atau bisa dikatakan sejak lahir ". Yuda kembali tertegun, begitu banyak pertanyaan yang ada di benaknya saat itu...bagaimana dengan kedua anaknya..?, siapa ayah mereka sesungguhnya...? karena tanpa bermaksud mengingkari kuasa Tuhan rasanya Aldi tak mungkin bisa mempunyai anak. Itu mungkin juga yang menjadi tanda tanya besar bagi seorang Aldi, Yudapun maklum bila kemudian Aldi begitu terpukul menerima kenyataan bahwa ia seorang pria mandul dan lebih terpukul lagi setelah menyadari kenyataan bahwa selama ini ia merasa bahwa istrinya telah membohonginya.



Selengkapnya...

TANYAKANLAH

Jumat, 15 Mei 2009

Tuan tanyakanlah pada sebatang pena itu
Mengapa seorang lelaki menjadi seorang pecundang
Tanyakanlah...!
Tuan tanyakanlah juga pada selembar kertas lusuh dan kusam
Mengapa seorang lelaki kehilangan harga diri
Tanyakanlah...!

Lalu Tuan tanyakanlah pada tetes-tetes tinta yang mulai mengering kusam
Mengapa seorang lelaki terdiam membisu
Tanyakanlah...!

Namun...Jangan tanyakan pada lelaki itu
Mengapa tak berdasi...tak bermobil...tak berharta
Seorang lelaki menjadi seorang pecundang...
Seorang lelaki kehilangan harga diri...
Seorang lelaki terdiam membisu...
Jangan tanyakan...! Selengkapnya...