SELAMAT TAHUN BARU SAHABAT...!!

Sabtu, 26 Desember 2009

Tahun 2009 sebentar lagi dan hanya dalam hitungan hari akan berlalu. Begitu banyak yang telah saya alami dan rasakan di tahun ini : Suka & Duka...Sedih & Gembira juga jatuh & bangun. Semua yang telah saya alami seharusnya memang dapat saya ambil hikmahnya, karena apa yang telah saya lalui, alami dan rasakan pada detik ini, hari ini dan tahun ini tak akan pernah sama dengan apa yang akan saya alami di hari berikutnya atau tahun berikutnya.

Disaat saya jatuh, berduka atau bersedih..seyogyanya saya harus Tawakal dan berpasrah diri kepada Allah Subhanahu Wa Ta'ala karena atas kuasaNya semua ini bisa terjadi. Bukan semata-mata tawakal tetapi juga dibarengi dengan koreksi sekaligus instropeksi diri..mengapa semua terjadi ?, apa yang kurang ? atau apa yang salah ?. Dengan begitu paling tidak kedepannya saya bisa melakukan sesuatu dengan lebih baik dan lebih baik lagi...

Disaat saya suka, senang dan gembira..seyogyanya saya harus pandai-pandai bersyukur karena semua yang saya dapat, saya nikmati tidak lain karena semua kehendak Allah. Dengan begitu apa yang saya dapat tidak membuat saya menjadi orang yang kufur, takabur dan sombong...( Semoga saya termasuk orang-orang yang bersyukur atas segala rahmat dan karuniaNya...Amin )

Ditahun ini pula, sayapun amat bersyukur dapat menambah sahabat walau masih sebatas sahabat dalam dunia maya. Saya juga berterimakasih para sahabat masih mau menyempatkan diri untuk berkunjung dan juga berbaik hati memberikan award sebagai simbol persahabatan, diantaranya adalah Mba Zahra Lathifa....



 

 

Terima kasih buat Mba Zahra, terima kasih buat para sahabat
SELAMAT TAHUN BARU & SUKSES SELALU
Selengkapnya...

LIANG LAHAT

Selasa, 15 Desember 2009


Seorang lelaki berperawakan kurus yang berpakaian kumal dan lusuh terlihat mondar-mandir di area pemakaman desa Cikidul. Namun lelaki itu lebih sering terlihat duduk di bawah pohon mahoni yang cukup besar, tepat dibawah pohon itu terdapat dua makam yang berdampingan. Bagi pak Wardi, orang yang dipercaya untuk menjaga dan merawat kebersihan seluruh area pemakaman. Ia tak terlalu mempersalahkan kehadiran lelaki itu di area pemakaman, walau lelaki itu sulit diajak bicara. Jangankan di ajak mengobrol, ditegurpun lelaki itu hanya tersenyum saja.

Bila melihat dua makam dibawah pohon mahoni itu, pak Wardi teringat akan peristiwa yang terjadi dua bulan yang lalu saat pak Kades Cikidul meninggal dunia. Pak Wardi bersama beberapa orang warga yang bertugas menggali kubur menemui kejanggalan-kejanggalan yang tak pernah mereka temui selama ini. Sesuai amanat dari almarhum pak Kades yang meminta untuk dikuburkan disisi istri dan anaknya maka pak Wardi bersama warga yang lain menggali liang lahat disisi dua buah kuburan yang berdampingan itu. Namun baru saja mereka mulai menggali, kejanggalan sudah terjadi. Cangkul dan garpu terasa tak mampu menghujam di tanah. Permukaan tanah terasa begitu keras laksana menggali lapisan beton. Ketika diputuskan berpindah kesisi yang lainnya ternyata tetap sama. Mereka tak habis piker, mengapa itu bisa terjadi…?. Namun kejanggalan tak hanya sampai disitu. Kejanggalan kedua muncul saat tanah mulai tergali, walau tanah yang diangkat dari lubang sudah demikian banyak tapi  kedalaman lubang seperti tak berubah. Belum lagi ditambah kejanggalan terakhir, mereka dapati akar pohon mahoni yang menjulur ditengah-tengah lubang seakan tak berhenti tumbuh, walau sudah beberapa kali ditebas oleh tajamnya golok. Setiap kali akar terputus karena tebasan golok dengan cepat akar itu menjulur kembali seperti semula dan kemudian memenuhi lubang kubur yang telah susah payah mereka gali. Para penggali makam yang memang sejak semula menemui kejanggalan akhirnya menyerah dan melaporkan hal itu kepada keluarga pak Kades atau para sesepuh kampung. Merekapun heran juga bingung setelah mengetahui apa yang telah terjadi, sehingga merekapun memutuskan untuk menggali lubang kubur ditempat yang lain dan agak jauh dari pohon mahoni tersebut.

            Kabar tentang kejanggalan-kejanggalan tersebut akhirnya sampai ketelinga seluruh warga kampung, merekapun mulai bergunjing mengenai keanehan yang terjadi. Gunjingan mereka terutama berkait dengan dua makam di bawah pohon mahoni itu. Kedua makam itu adalah makam istri muda pak Kades yang bernama Waluh bersama anaknya. Namun sudah menjadi rahasia umum kalau Waluh dinikahi karena ancaman dan pemaksaan. Padahal semua warga tahu bahwa Waluh sudah bertunangan dengan seorang pemuda bernama Samiaji. Suatu kali Samiaji pernah dipukuli oleh kaki tangan pak Kades dan diancam agar memutuskan tali pertunangan juga diancam agar tidak menemui Waluh lagi. Rasa sakit di hati Samiaji mengalahkan rasa sakit yang diderita tubuhnya. Hati Samiaji tidak terima, dia tak akan rela kekasih yang sangat dicintainya itu direngut begitu saja apalagi dengan cara-cara pengecut
            Suatu malam, saat cahaya remang-remang rembulan menyelimuti permukaan bumi, sebuah bayangan berkelebat dalam pekatnya malam. Dengan mengendap-ngendap bayangan itu mulai mendekati rumah pak Sukimin…ayah Waluh. Cahaya rembulan sedikit membantunya melewati kebun yang penuh ditumbuhi pohon kecapi yang rimbun. Rupanya bayangan itu adalah Samiaji yang bertekad untuk mengajak Waluh pergi walau apapun yang terjadi. Sejenak ia memperhatikan suasana sekeliling, ketika dirasa aman mulailah ia mengetuk daun jendela perlahan. Ketika mendengar suara ketukan dan panggilan dari Samiaji, Waluh segera bangkit dari tempat tidur. Dibukanya daun jendela kamar secara perlahan. Saat dilihat benar Samiaji kekasihnya iapun langsung memeluk dan menangis sesegukan, kemudian tangannya meraba wajah Samiaji
“ Kamu tidak apa-apa mas..?” tanya Waluh dengan nada khawatir karena ia telah mendengar kalau Samiaji telah dipukuli oleh kaki tangan pak Kades.
“ Sudahlah tak usah menangis..dik ! aku tak apa-apa. Bagaimana…kamu sudah siap ? Tanya Samiaji sambil mengusap-usap bahu Waluh.
“ Sudah mas, tunggu… ?” Belum selesai ucapan Waluh, tiba-tiba terdengar suara bentakan.
‘’ Hei.. ! siapa disitu... ? ‘’ Mereka terkejut mendengar bentakan tersebut. Bentakan itu berasal dari seorang kaki tangan pak Kades yang ditugaskan mengamati gerak-gerik Waluh. Secepat kilat Samiaji memeluk dan mencium kening Waluh, lalu lari menghilang digelapan malam diiringi pandangan sendu Waluh. Waluh merasa ruang hatinya kosong tak berpenghuni, yang tersisa hanya kesunyian dan kehampaan. Firasatnya mengatakan itu adalah pertemuan terakhirnya dengan Samiaji. Dan memang sejak saat itu tak pernah sekalipun terdengar kabar tentang Samiaji. Berhasilkah ia lari dari kejaran kaki tangan pak Kades..? Atau malah tertangkap lalu di habisi..?. Tak ada yang tahu bahkan orang tua Samiaji sendiri.

* * * * * * * *

            Jiwa Waluhpun terpenjara, cintanya terpasung pada sakralnya ikatan perkawinan semu. Hatinya telah terbawa angin seiring hilangnya nama Samiaji dari perbincangan dan ingatan warga kampung. Setiap pagi ia mematung didepan pintu atau di balik daun jendela, berharap angin menghembuskan semilir kabar keberadaan Samiaji kekasihnya. Tapi dia hanya bisa menunggu..dan menunggu walau ia tahu matahari tak akan terbit dari barat. Dan kepedihan semakin dalam dirasakan Waluh, anaknya yang berumur satu setengah tahun ditemukan telah membujur kaku dengan mulut berbusa di dalam kamar saat ia tinggalkan mencuci. Waluh histeris dan beberapa kali jatuh pingsan, kali ini ia tidak bisa menahan gejolak perasaannya dan ia tidak bisa menerima kenyataan anak hasil hubungannya dengan Samiaji kini juga telah meninggalkannya sendirian menghirup udara busuk berselimut kemunafikan. Hanya anaknyalah yang membuat tegar, membuatnya kuat tapi kini tak ada lagi yang tersisa. Waluh merasa pak Kadeslah yang telah merengut nyawa dari anak yang telah dibesarkan dalam rahimnya, karena suaminya itu telah mengetahui bila anaknya adalah bukan anaknya tapi anak dari Samiaji. Karena tak kuasa menahan kesedihan, Waluh memilih untuk menyusul kepergian anaknya dengan gantung diri pada seutas kain gendongan anaknya.
            Pak Wardi bergidik bila mengingat kejadian itu, bulu kuduknyapun berdiri. Untuk menghilangkan rasa jerinya, pak Wardi kembali menyibukkan diri kembali dengan aktivitasnya. Sesekali matanya melirik kearah lelaki gelandangan yang kini terlihat duduk bersimpuh di depan liang lahat yang di tumbuhi rumput liar dan akar pohon mahoni itu. Lelaki gelandangan itu kini terlihat tersenyum dam mulutnya komat-kamit seakan sedang berbicara dengan seseorang. Dalam pandangan lelaki itu, ia sedang berhadapan dengan sebuah pintu gerbang yang penuh dengan ukiran yang memancarkan cahaya menakjubkan. Dibalik pintu gerbang dilihatnya pohon-pohon bunga berjajar rapih dengan kelopak yang bermekaran warna-warni dan kupu-kupu cantik melayang-layang diatasnya. Kemudian dilihatnya seorang wanita bersama seorang anak kecil berpakaian serba putih gemerlap tersenyum padanya sambil melambai-lambaikan tangan mereka. Lalu ia berlari memeluk wanita dan anak kecil itu bergantian, kemudian sambil menciumi anak kecil dalam gendongannya merekapun melangkah pergi dan menghilang dengan wajah penuh berseri-seri.
            Pak Wardi tertegun, terlihat olehnya lelaki itu membersihkan rumput-rumput pada liang lahat tersebut. Ketika tubuh lelaki itu tak muncul kembali setelah sekian lama dalam liang lahat, pak Wardipun mencoba mendekati dan melihat apa yang terjadi. Dan iapun terkejut bukan main saat dilihatnya lelaki itu tertidur didasar liang lahat dengan senyum yang mengembang. Pak Wardi segera berlari keluar makam dan mengabarkan apa yang ia lihat kepada siapa saja. Dengan segera kabar itu cepat menyebar dan kini pemakaman itu telah dipenuhi warga yang berdesakan untuk mendekati liang lahat dimana lelaki gelandangan itu terbaring. Yang mengherankan warga, akar-akar pohon mahoni yang memenuhi liang kini tak terlihat lagi...semua telah lenyap tak berbekas. Salah seorang warga berinisiatif turun ke liang lahat untuk memeriksa apakah lelaki itu sudah tak bernyawa atau hanya tertidur ..? namun setelah diperiksa urat nadinya..
“ Ia sudah wafat....!” teriaknya. Dan wargapun kembali gaduh membicarakan keanehan yang kesekian kali terjadi pada liang lahat itu, namun mereka kembali terkejut saat warga yang turun tadi kembali berteriak..
“ Ini Samiaji....Samiaji..!”

Kampung sawah
25 Juli 2009


Selengkapnya...

BERIKANLAH LEBIH

Sabtu, 05 Desember 2009

Beberapa waktu lalu, terkadang di saat iseng saya punya kebiasaan mencatat kata-kata atau kalimat berupa kata-kata mutiara atau kalimat yang bernuansa filosofis. Saya berpikir barangkali berguna sebagai bahan renungan atau mungkin penjabarannya bisa saya sisipkan pada sebuah tulisan atau cerpen yang akan saya buat. Kemarin di saat iseng-iseng pula saya membuka-buka catatan lama dan menemukan sesuatu yang rasanya pantas di jadikan bahan untuk berbagi ( sumber tak tercatat ).

Saat di wawancarai sebuah majalah, aktor Will Smith pernah berujar dengan nada bernuansa filosofis   :          " ketika anda diminta berlari 3 mil, larilah 5 mil. Sehingga ketika anda sedang tidak mampu berlari 3 mil dan hanya bisa mencapai 2 mil anda tidak akan merasa berhutang karena anda sudah menabung lebih dulu 2 mil "

Barangkali yang dapat kita ambil dari ucapan tadi, biasakanlah atau budayakanlah dalam hidup anda " kesediaan untuk memberi lebih dari yang diminta. Biasakanlah untuk punya tabungan kebaikan hati, kemurahan hati dan kelebihan-kelebihan lainnya. Jangan berhenti sampai dengan apa yang diminta dari anda, tetapi berikanlah lebih.

Berbuatlah demikian hingga anda mampu berkata " setidaknya aku sudah memberikan lebih atau setidaknya aku sudah melakukan yang terbaik yang aku bisa ". Dengan demikian tak ada lagi rasa sesal yang datang melanda.

Bagaimana menurut anda...?
Selengkapnya...

AWARD MBA FANDA

Selasa, 01 Desember 2009

Ada kebingungan yang melanda saya saat ingin posting award dari Mba Fanda... ini, entahlah... saya tak menemukan untaian kata yang tepat untuk menggambarkan ucapan terimakasih atas hadiah awardnya. Coba mampir ke rumah om google untuk cari makna dari kata kasih juga tak memuaskan saya, secara tak sengaja saat cari syair lagu yang cocok dan kemudian menemukan syair lagu " kasih " dari tahun 90' yang dinyanyikan Ismi Aziz. Cukup memuaskan saya tapi tak tahu apakah cukup layak untuk menggambarkan rasa terimakasih.


 KASIH
Ismi Aziz


di malam ini
kita berdua
bintang bercahaya
bulan pun tertawa


kegundahan hati
kini telah berganti
usai cinta dulu
bersama hadirmu



 kasih biarkan
cerita yang lalu pergi
kasih dengarlah
nada-nada cinta kini


di pagi ini
kita berdua
pelangi membawa
bunga-bunga cinta


cinta yang tlah lalu
tiada arti lagi
kau hadir di sini
bersama mentari

Yang pasti saya mengucapkan terimakasih buat mba Fanda semoga persahabatan tetap terjalin erat

Selengkapnya...