SELINGKUH

Jumat, 21 Januari 2011

Ini hanya antara kau dan aku
Jangan sampai ada yang tahu...
Aku telah berselingkuh dengan malam
Detik demi detik tak bosan-bosan aku menikmati cumbunya yang gelap dan pekat
Hasratku menggelegak, tumbuh dari rasa getir dan pahitnya hidup
Kini kularungkan semua rasa itu padanya

Ini hanya antara kau dan aku
Jangan sampai ada yang mendengar....
Cumbunya bagai candu yang memabukkanku
Hembusan dingin nafasnya menggelitik di setiap jengkal tubuhku
Tak ingin kulepas....
Tak ingin kuakhiri....
Sampai kokok ayam membangunkan pagi

Ini hanya antara kau dan aku
Jangan sampai ada yang melihat....
Aku tak perduli walau angin bersiul mengolok ketidak mampuanku
Aku tak perduli walau ilalang menari dan bersorak menertawai kerapuhanku
Aku tak perduli walau burung-burung mengejek kebodohanku dengan kicaunya yang tak pasti
Jadi.... biarkan aku terlelap di pagi dan siangku
Siapkan hasrat untuk mencumbunya lagi selepas petang

Duhai malam...... Selengkapnya...

MEMANG HARUS BERAKHIR

Kamis, 06 Januari 2011

Diatas tanah curam dekat bibir pantai dan ditemani semilir angin yang berhembus perlahan, dua insan duduk dalam diam. Andi menatap resah gumpalan awan-awan hitam yang kemudian menyelimuti langit biru menjadi kelam, ada sesuatu yang ingin dikatakannya pada Widya namun ia khawatir hari-harinya akan menjadi kelam seperti langit itu. Andi menarik napas dalam-dalam.....
" Aku mulai merasa aneh dengan hubungan kita Wid. Hati kecilku mengatakan kita harus segera menyudahinya " Ujar Andi sambil menatap mentari jingga yang mulai turun perlahan.
" Kamu serius Mas.?" Tanya Widya dengan nada pelan. sepertinya ia tak terkejut dengan apa yang barusan diucapkan Andi, ia masih sibuk mencabuti bunga-bunga liar lalu membiarkannya terbang terbawa hembusan angin.
" Entahlah...begitu banyak keraguan dalam benakku, disatu sisi aku sangat membutuhkanmu namun disisi lain aku merasa berdosa dan amat bersalah "
" Maksudmu bersalah karena menghianati kekasihmu...?"
" Tidak..tidak Wid, tidak sama sekali. Kamu pasti ingat mengapa kita jadi dekat, kamu juga pasti masih ingat apa yang telah menyatukan kita berdua. Aku merasa bersalah bukan karena dia tapi kamu...selama ini kamu telah membantuku membalut luka hati, kamu begitu baik....begitu pengertian tapi aku tak pernah bisa berjanji dapat memberi lebih dari yang kau harapkan " Widya berhenti mencabuti bunga-bunga liar, memandang wajah Andi lamat-lamat lalu tersenyum dan kemudian mengalungkan kedua belah tangannya di leher Andi.
"  Mas ku yang baik....Aku mengerti kegundahan hatimu, tapi mengapa ? Bukankah aku tak pernah menuntut lebih dari apa yang telah kudapat darimu. Kita disatukan karena rasa yang sama, kekecewaan yang sama, sakit hati yang sama dan kitapun sepakat bahwa kita bersama hanya mengobati semua rasa sakit itu....tak lebih "
" Ya memang...Tapi tetap saja Wid perasaan bersalahku padamu tetap ada. Seringkali aku berpikir, barangkali bila kamu dengan seseorang yang lain, kamu bisa mendapatkan lebih daripada hanya sekedar tempat pelarian bagiku "
" Kau memang baik Mas....sangat baik malah. Terkadang aku heran mengapa ada orang yang tega membuat mu sakit hati, rasanya terlalu bodoh berbuat itu terhadap orang sebaik kamu. Saat ini aku belum memikirkan lelaki lain yang akan menjadi kekasihku atau mendampingi hidupku kelak, luka hatiku belumlah kering. Tapi bila memang saat itu datang, tentu aku bersedia menyudahi kebersamaan kita ini dengan baik-baik, aku janji  mengatakan kepadamu. Tapi tolong....please...! Jangan saat-saat ini, aku masih sangat membutuhkanmu....hanya kamu yang bisa membuatku tersenyum dipagi dan malamku " Andi menatap mata Widya yang mulai basah, tergurat kesedihan dibalik tatapannya. Keharuan mulai menyelimuti benak Andi, perlahan ia merengkuh tubuh Widya dan memeluknya erat-erat.
" Akupun begitu Wid, rasanya tak mudah berpisah denganmu....tak semudah itu " Bisik Andi.
Dan Andipun membiarkan satu episode dalam hidupnya terus berjalan tanpa tahu kapan lakon itu berakhir. Dan iapun tak pernah tahu apakah lakon itu berakhir dengan happy ending atau sebaliknya. Ia merasa hanya seorang pemain sandiwara dan menjalani peran  yang memang sudah digariskan untuknya.

* * * * * *

Hujan deras yang mengguyur Jakarta sejak tadi pagi menyisakan kemacetan di jalan-jalan utama ibukota akibat genangan atau banjir di mana-mana. Kendaraanpun merayap pelan dalam antrian beratus-ratus meter panjangnya. Andi duduk gelisah dibelakang kemudinya, biasanya ia begitu gusar dan kesal bila terjebak dalam kemacetan seperti ini. Klakson mobil tak henti berbunyi bila ia melihat kendaraan didepannya tak beranjak dari tempatnya, namun kali ini ia banyak termenung dan terlihat seperti menikmati kemacetan ini. Sejak berangkat tadi hatinya memang diliputi perasaan gundah, entah apa yang membuatnya seperti itu...iapun tak tahu. Pikirinnya melayang pada penggalan-penggalan episode dalam hidupnya dan tiba-tiba ia teringat Widya...Bagaimana dia ? Sehatkah dia ? Sedihkah dia ? Sudah beberapa hari ini ia memang tidak berhubungan dengannya walau sebatas telepon. Andi memang sengaja menahan diri untuk tidak menghubungi Widya, sejak pertemuan terakhir ia sudah merasakan sesuatu yang salah dengan hubungan mereka yang tak wajar itu. Hubungan itu terjadi memang akibat kekecewaannya yang mendalam terhadap Larasati ,kekasih yang menghianatinya. Pertemuan dengan Widya yang mempunyai masalah yang hampir sama, sakit hati yang sama membuat mereka lebih cepat akrab dan dekat. Namun perlahan Andi mulai sadar, kesalahan tak semestinya dibalas dengan kesalahan, balas dendam juga bukanlah suatu solusi namun ia tak mengingkari kedekatannya itu menumbuhkan benih-benih kasih disisi lain hatinya. Walau ia tak pernah mengakui itu secara terus terang dihadapan Widya. " Nggak usah terlalu dalam Wid...just be apart of our life, anggap saja hubungan kita salah satu episode dalam sandiwara kehidupan yang kita mainkan " Pinta Andi saat bersepakat dengan Widya untuk menjalani hubungan tidak terikat dengannya. Andi tersenyum kecut mengingat itu..." kata-kata itu hanya pantas keluar dari seorang bajingan...seharusnya bukan aku " pikirnya. Andi segera mengambil handphone yang berdering di sakunya....
" Hai...Apa kabarmu Mas ? Kok sombong sih...Dah lama nggak telepon-telepon aku..."
" Eh...Widya, apa kabar juga. Duh...maaf Wid, kamu kan tahu pekerjaanku...akhir-akhir ini aku sangat sibuk, jadi maaf bila aku tak sempat menghubungimu. Lagipula kamu sendiri mengapa tak menghubungiku ?"
" Ah..nggak enak sama kamu Mas, takut mengganggu..."
" Lho..kamu tahu kan kalau aku tak pernah merasa terganggu bila kamu yang telepon. Eh..kapan kita ketemu lagi ?"
" Mmm...sebenarnya aku memang ingin bertemu denganmu Mas tapi siang ini aku akan berangkat ke Surabaya untuk beberapa hari. Rasa-rasanya nggak tenang juga menunda apa yang ingin kubicarakan denganmu..."
" Ya sudah Wid..By phone it's oke aja kok ! Memangnya ada apa sih Wid ? Bicara saja...Kamu juga kan tahu kalau aku selalu siap mendengar kesahmu "
" Tapi yang ini lain Mas." Ucap Widya pelan seperti ada keraguan.
" Katakan saja Wid...aku siap mendengarkan...."
" Aku sudah punya seseorang Mas..."
" Seseorang..? Maksudnya..?"
" Yah...sesuai janjiku, aku ingin menyampaikan padamu bila aku kini mulai dekat seseorang. Aku merasa ia cukup baik walau aku belum tahu apakah ia sebaik kamu, namun aku merasa ia cocok untuk menjadi kekasih hatiku dan barangkali ia yang akan mendampingi hidupku kelak " Andi terhenyak.....Ucapan Widya dirasakannya bagai palu godam yang menghantam dada, sesak rasanya.
" Mas...kau dengar aku kan ? Semoga saja ini dapat menghapus semua kegundahan dihatimu..."
" Oh..i..iya Wid, maaf suaramu terputus-putus.." Ujar Andi menutupi keterkejutannya.
" Makasih Mas atas semua kebersamaan kita selama ini, waktumu juga perhatianmu tak pernah aku lupakan. Dan mungkin seperti yang pernah kamu ucapkan, kebersamaan kita akan menjadi episode yang paling manis dalam sandiwara hidupku. Itu tak akan bisa dan tidak akan pernah aku lupakan....Maafkan aku Mas, sebenarnya aku sayang kamu Mas " Ujar Widya terdengar sedikit terisak.
" Sudahlah Wid...tak perlu ada yang kamu risaukan. Aku yang seharusnya minta maaf karena aku  hanya dapat memberikan kebahagian semu selama ini, semoga kamu dapat menemukan kebahagian sesungguhnya dengan dia. Bahagiamu adalah bahagiamu juga..."
" Makasih Mas atas doanya. Ya sudah ya Mas... sampai ketemu di lain waktu...bye !"
" Bye Wid..."

Andi terpaku beberapa saat setelah nada sambung terputus, rasanya ia tak percaya dengan isi pembicaraan singkat itu. Seharusnya ia senang mendengar semua itu namun disisi lain ada rasa tak rela menggayut di benaknya, ia cemburu...." Mengapa secepat ini Wid ? " . Andi menarik napas panjang untuk meredam rasa gundahnya, rupanya ini yang membuat hatinya gelisah sejak tadi. Tapi rasanya ia tak pantas merasa kecewa, tak seharusnya juga ia merasa cemburu. Barangkali ini memang sudah digariskan, satu episode dalam sandiwara hidupnya harus berakhir sampai disini.



Selengkapnya...