AKU LELAH

Jumat, 04 November 2011

Aku lelah menjadi matahari...
karena kau slalu sembunyi di balik rimbunnya pepohonan hindari cahyaku
Aku lelah menjadi angin...
Karena aku tak mampu padamkan api yang kau mainkan
Aku lelah menjadi sungai...
Karena aku tak mampu enyahkan limbah-limbah dusta yang kau buang dalam airku yang mengalir

Aku tak sanggup memandangi daun-daun asa yang perlahan mulai mengering dan jatuh berguguran
Aku tak sanggup menghadapi kenyataan begitu banyak rahasia dibalik hamparan daun-daun kering di halaman kita
Haruskah kusudahi saja perjalanan ini, karena ku tahu pada akhirnya aku kan tetap jatuh dalam jurang keputusasaan yang teramat dalam
Haruskah kurebahkan rapuh tubuh ini di tepi jalan berdebu hingga malam berganti dan embun pagi membangunkanku esok hari Selengkapnya...

KU TERHEMPAS...LAGI

Senin, 10 Oktober 2011

Biduk itu pernah terhempas dan karam ditengah pekik riang camar-camar yang iri hati.
Gemetarku menahan luka yang teramat perih, tambal dinding asa yang mulai menganga dan selamatkan tunas kelapa dari amuk samudera.
Beruntung angin bertiup ramah, bujuk air mata dan keringat darah untuk tetap bersemayam di raga.
Walau hembusnya pada layar terkoyak, bawa biduk menembus samudera tak tentu arah.

Ah, gelombang itu kembali hempaskanku...
Di hamparan pasir hitam penuh kerikil dan beronak.
Kuyup menggigil menahan dingin dan perih dalam jiwa.
Mengapa samudera tak jua ramah? bahkan jejak langkah tertatihkupun hilang tersaput riak.

Kini, rasanya biduk itupun enggan kukayuh
Tinggalkan ku termenung menatap mentari jingga tenggelam di garis samudera.
Biarkanku sendiri kumpulkan buih-buih asa di hari yang mulai pekat dan..gelap. Selengkapnya...

DI PENGHUJUNG HADIRMU

Senin, 19 September 2011

Selalu ada permulaan dari setiap peristiwa, itu yang pernah kudengar dari seseorang. Masih ingatkah kau, bagaimana kita bertemu? Masih ingatkah kau, bagaimana ke dua pasang mata kita menangkap getar-getar kegelisahan dari dinding hati? Dan masih ingatkah kau, kapan kedua ujung jemari kita bertukar enerji ceria, suka dan cita? Ah...sesungguhnya aku yang tak ingat, bagaimana kedekatan kita berawal dan kapan dimulai.

Yang pasti tak pernah ada kesengajaan saat kita bertemu. Karena hadirmupun begitu tiba-tiba mengetuk daun pintu dari ruang hati yang kosong. Aku tak pernah sengaja mencari seseorang untuk berkeluh kesah. Akupun tak pernah sengaja mencari seseorang yang dapat menghapus debu-debu di kusamnya dinding hati. Namun hadirmu tetaplah berarti..

Kesahku kesahmu menyatu bagai aksara yang terangkai satu persatu, lalu menjelma jadi sesuatu yang indah dan berarti. Jadi puisi, syair dan lagu mendayu, meninabobokan hati dilembutnya peraduan mimpi. Kesahku kesahmu tak lagi patut ditangisi...kini kesah menjadi tawa, dukapun menjadi suka. Seiring rintik hujan basahi bumi kerontang, sisakan pelangi indah diawan.

Tapi..selalu ada akhir dari sebuah perjalanan, bukan? Walau pasti kan terasa begitu menyakitkan. Aku tak tahu apa yang harus kulakukan, atau...kita nikmati saja sisa waktu yang ada sampai saat itu menjelang. Kapan? Masih kutunggu angin sepoi membawa jawaban..
Selengkapnya...

HIDAYAH

Selasa, 02 Agustus 2011

Sayup-sayup terdengar suara azan Maghrib berkumandang disela-sela keramain dan macetnya jalan raya. Sebagian pengendara menepikan atau membelokkan kendaraan mereka menuju mesjid yang ada tidak jauh dari  pinggir jalan raya. Selain untuk memenuhi panggilan Allah dan melaksanakan sholat, mereka juga memanfaatkannya untuk beristirahat dari penat mengendarai kendaraan di tengah jalan yang macet. Tapi sebaliknya dengan Andi, ditengah azan yang berkumandang dia malah bersiap-siap pergi untuk menemui temannya. Dengan jaket hitam kesayangan dan jins belel yang melekat dikakinya, Andipun melangkah sambil bersiul-siul…
“Heh..mau kemana kamu?” Tanya Mba Ira, kakaknya.
“Biasalaaah…cari angin. Kelamaan dirumah bikin otak buntu, sumpek! Lagipula apa urusanmu tanya-tanya?” ujar Andi dengan nada sinis.
“Memang bukan urusanku kamu mau pergi kemana tapi pakai otak dong…! suara azan belum juga berhenti, tunggu dulu sampai azan selesai atau sholat dulu kek...”
“Sholat..? Heh, buat apa?” Andi sambil tersenyum sinis.
“Lho…kok buat apa! Sholat itu tiangnya agama…”
“Lalu apa…?” potong Andi.
“Apa yang dikatakan kakakmu itu benar Di. Paling tidak, dengan sholat kamu telah menjalankan apa yang menjadi perintah Allah. Dengan menjalankan perintahNya, itu akan bisa membantumu membedakan mana yang baik dan mana yang tidak baik, mana yang salah dan mana yang benar” sambung Ibu Andi.
“Maaf Bu, bukan Andi nggak mau melaksanakan sholat. Tapi Andi cuma tidak ingin jadi orang yang munafik, yang menjalankan sholat atau menjalankan perintahNya tapi juga sekaligus melanggar laranganNya. Andi masih ingin senang-senang juga berbuat sesuka hati, dan aku tidak mau mencampur adukkan keduanya. Sholat ya sholat….lalu jauhkan diri dari segala maksiat, itu yang benar!”
“Maksud kamu apa, bicara seperti itu…?” Tanya Kak Ira.
“Heh...dengar ya!Aku tidak mau sholat cuma karena takut sama Ibu, aku juga tidak mau sholat kalau cuma ingin menjadikannya kedok untuk menutupi perbuatan hina dan nista  seperti yang kau lakukan.”
“Astagfirullah…Andi!!” teriak Kak Ira.
“Apa…? Makanya ngaca dulu kalau mau ceramahin orang…” ujar Andi sambil menstarter motornya. Ia sempat melihat Ibunya terisak dan menitikkan air mata namun kebenciannya akan Kak Ira membuatnya tidak perduli. Dan iapun langsung tancap gas meninggalkan derum knalpotyang memekakkan telinga. Seperti yang sepintas dilihat Andi, Ibunya memang hanya bisa terdiam menahan isak tangis. Air mata mulai menggenangi pelupuk mata lalu perlahan mulai mengalir membasahi pipi…
“Ya Allah ampunilah hambaMu ini. Ampuni aku yang tidak mampu membimbing anak yang Kau titipkan padaku. Kumohon ampunilah dia, berikanlah dia hidayah agar kembali hidup di jalanMu, jalan yang Kau ridhoi. Ya Allah…hanya kepadaMu-lah aku berserah diri dan hanya kepadaMu-lah aku mengadu dan berkeluh kesah…” sebait doa terucap disela isaknya.


*****

Selepas meninggalkan rumahnya, Andi mulai mengurangi kecepatan motornya. Masih terbayang wajah ibunya yang sedih, walau seringkali mengabaikan perkataan ibunya namun ia tetap tidak sampai hati melihat ibunya menangis. Dalam keadaan apapun, ibu selalu lemah lembut dalam berkata-kata. Memarahi, menasehati dan juga mengingatkan untuk selalu menjalani perintah Allah, semua dilakukannya dengan penuh kelembutan. Lain halnya dengan Kak Ira, belum sebulan tinggal kembali bersama ibu sudah kelihatan banyak tingkah. Meminta bantuan atau menyuruhnya melakukan sesuatu bagai memerintah anak kecil yang tidak mengerti apa-apa. Berteriak, membentak bahkan tidak jarang mengucapkan kata-kata kotor. Andi juga sudah muak dengan sikap Kak Ira yang berlagak sok suci dan alim, apalagi Andi selalu merasa Kak Ira hanya melaksanakan itu cuma untuk formalitas saja alias cuma menyenangkan hati ibu  padahal implementasinya dalam kehidupan sehari-hari sungguh bertolak belakang. Contohnya sekarang ini, gara-gara kepergok berzinah dengan orang lain, sekarang Kak Ira diusir dan diceraikan suaminya. Oleh sebab itu sekarang dia kembali tinggal dirumah ibu dan mulai merecoki kehidupannya. Bagaimana dia bisa melakukan hal nista seperti itu bila ia benar-benar sholat? Apakah dia pikir sholat itu cuma untuk main-main saja? Andi menggeleng-gelengkan kepala karena tidak mengerti jalan pikiran Kak Ira.

Selepas Isya Andi sampai di rumah Yanwar, tempat ia dan kawan-kawannya biasa berkumpul, berpesta juga mabuk-mabukkan. Didalam sudah ada beberapa kawannya juga dua orang wanita yang baru dilihatnya tapi kali ini ia kurang berminat. Diambilnya sebotol black label lalu iapun keluar rumah dan duduk diteras, wajah ibunya masih saja membayang dalam benaknya walau alkohol perlahan mulai meracuni aliran darah ditubuh. Keasyikannya terusik saat matanya menangkap gerakan tidak wajar di sekeliling rumah Yanwar ini, ia merasa beberapa pasang mata sedang mengawasi. Perlahan ia bangkit dari duduknya, masuk kedalam dan mengingatkan kawan-kawannya. Andi segera berlari ke pintu belakang dan menghambur keluar lalu berlari sekencang-kencangnya, tidak diperdulikannya lagi apakah kawannya mengikuti atau tidak yang penting dirinya aman.

Dugaan Andi memang tidak salah. Beberapa warga dan satuan polisi memang sedang mengepung rumah Yanwar karena sudah lama dicurigai sebagai tempat pesta miras, narkoba bahkan sex bebas. Apalagi sudah mendekati bulan suci ramadhan, dan biasanya para petugas lebih giat memberantas penyakit-penyakit masyarakat. Tidak berapa lama kemudian, kawan-kawan Andi ditangkap tanpa ada perlawanan karena mereka sudah terlalu mabuk untuk bisa melarikan diri. Sedangkan Andi masih terus berlari walau harus tersandung-sandung digelepan malam juga perih menusuk telapak kaki karena ia tidak sempat memakai alas saat kabur tadi. Ia menggapai tembok yang tingginya kira-kira 2 meter lalu meloncatinya, namun untung tidak dapat diraih malang tidak dapat ditolak. Ternyata dibalik tembok itu, permukaan tanahnya tidak rata dan agak menurun sehingga saat Andi mendarat tubuhnya terhempas lalu jatuh terguling. Rasa sakit luar biasa tiba-tiba dirasakan Andi di pangkal paha kanannya. Rasanya seperti patah saja dan ia tidak tahu apa yang tertabrak kakinya, batu, kayu atau akar pohon? Entahlah, ia tidak tahu pasti. Ia hanya bisa teriak dan mengerang kesakitan lalu tidak sadarkan diri.

Entah berapa lama Andi pingsan namun kini terlihat tubuhnya mulai sedikit bergerak. “Terima kasih Tuhan…” desisnya ketika menyadari ia masih hidup. Andi mencoba bangkit namun ia kembali merintih kesakitan dan merasa kaki kanannya benar-benar tidak bisa digerakkan, bergerak sedikit saja sudah menyisakan nyeri yang amat sangat. Sambil meringis, matanya nanar menatap dalam gelap. Samar-samar dilihatnya sebuah titik cahaya lampu dari kejauhan dan ia berpikir barangkali disanalah ia akan bisa mendapat pertolongan, tapi bagaimana?

“Ya Allah tolonglah aku. Ibu….ibu…maafkan aku” desahnya sambil menitikkan airmata. 

Lalu sambil menahan rasa sakit, Andi merangkak perlahan menyusuri tanah dengan sisa-sisa tenaganya. Namun penderitaannya tidak sampai disitu saja, ketika cahaya lampu itu mulai terlihat jelas tiba-tiba saja hujan turun cukup deras. “Mampus gua…” umpat Andi dalam hati. Iapun coba bersandar di  bawah pohon sambil coba menutupi kepala agar tidak langsung terkena air hujan. Wajah ibunya kembali terbayang dan iapun sesegukkan menahan tangis tapi segera ia menghentikan tangisnya saat sayup-sayup terdengar seseorang membaca ayat-ayat Alquran dan bagai irama yang mengalun dengan indahnya. Dan suara itu terdengar dari gubuk dimana cahaya lampu itu terlihat. Tiba-tiba saja semangatnya bangkit, iapun kembali merangkak ditanah becek untuk segera sampai ke cahaya lampu yang ternyata cahaya lampu dari gubuk seorang pemulung. Dengan nafas tersenggal-senggal dan tubuh berlepotan lumpur, akhirnya Andi sampai juga di depan gubug itu. Andi menengadahkan wajahnya keatas langit dan tersenyum…lalu jatuh tidak sadarkan diri kembali.

*****

Alunan ayat-ayat Alquran keluar dari mulut Andi, dihadapannya duduk seorang laki-laki yang sekali-sekali membetulkan ucapan Andi dalam membaca ayat Alquran tersebut. Andi sudah kembali mendekatkan diri kepada Allah, mulai kembali menjalankan perintahNya dan meninggalkan laranganNya. Andi tidak merasa karena ia sakit, barulah mendekatkan diri kepada Allah. Tapi itu semua semata-mata karena ia merasa bahwa Allah telah menunjukkan kuasaNya. Dan peristiwa yang dialami menyadarkannya bahwa Allah Maha Pengasih lagi Maha Penyayang, sehingga ia masih diberi kesempatan untuk hidup juga dipertemukan dengan orang yang bisa membimbingnya meniti jalan yang di ridhoiNya. Mendalami makna dari isi Alquran dan kemudian mengimplementasikannya dalam kehidupan sehari-hari juga selalu bersyukur atas semua berkah dan rahmat yang telah diterimanya adalah menjadi tujuan hidupnya kini. Ibu Andi tersenyum bahagia melihat perubahan dari anaknya...
”Alhamdulillah…terima kasih ya Allah, Kau telah menurunkan hidayahMu dan kini anakku telah kembali…” sambil meneteskan airmata bahagia. 
Selengkapnya...

BLOGGING : BELAJAR MENULIS DAN SILATURAHMI

Sabtu, 16 Juli 2011

Dibeberapa kesempatan saya pernah mengutarakan bahwa saya termasuk orang yang super duper gaptek dan berselancar di dunia maya termasuk blogosphere adalah dunia baru bagi saya. Mengenal blogpun bermula dari melihat teman yang sedang blogging kemudian saya tertarik dan bertanya bagaimana membuatnya. Dan ketika blog telah dibuat, terus terang hati ini terlonjak kegirangan bagai anak kecil yang mendapatkan mainan baru, norak banget ya!? hehe. Namun bukan tanpa alasan saya bertingkah seperti itu...

1.  Sejak kecil saya memang hoby membaca walau yang dibaca cuma buku-buku cerita atau sejenis novel. Biasanya buku-buku tersebut saya dapat dari perpustakaan sekolah atau tempat penyewaan buku. Dan kebiasaan membaca itu ternyata membuat saya tertarik juga untuk bisa menulis, sehingga sejak SMP sayapun mulai belajar menulis berupa cerita-cerita pendek.

2.  Menulis ternyata memberi keasyikan tersendiri buat saya, karena terus terang saya termasuk orang yang tidak pandai bersosialisasi dengan orang lain sehingga terkesan agak tertutup dan tak banyak bicara . Dengan menulis seakan saya menemukan wadah untuk bisa mencurahkan apa yang ada di benak saya, pikiran saya dan semua yang rasakan tanpa harus menunggu seseorang yang mau mendengarkan. Dari beberapa cerpen atau puisi asal-asalan yang telah saya buat, beberapa diantaranya memang benar-benar merupakan sarana bagi saya untuk mengutarakan perasaan dan selebihnya merupakan hasil dari menghayal, melamun atau ide yang datang mendadak.


Sehubungan dengan hoby menulis itu, setelah membuat blog sayapun mencari blog dengan tema-tema untuk belajar menulis. Sehingga sayapun terdampar di blog Rafi Azmillah Menulis (Radinal Mukhtar Harahap) dan Sang Cerpenis Bercerita (Fanny Fredlina) . Dua nama ini telah saya anggap guru saya dalam hal tulis menulis, karena dari keduanya saya termotivasi untuk terus belajar dan terus semangat untuk menulis. Silaturahmi terus berlanjut, dan sayapun mulai menjalin pertemanan dengan beberapa blogger lain yang isi atau konten blognya berbeda.

Buka dasbor blog, bagaikan masuk dalam restaurant kemudian duduk dan disodori  pilihan menu yang beraneka ragam. Saat sedang bersusah hati, saya bisa mampir ke blog yang berisi puisi mendayu-dayu. Saat ingin tertawa, saya bisa mampir ke blog sahabat yang berisi postingan kocak dan gokil. Saat hati sedang galau, saya bisa mampir ke blog sahabat yang berisi postingan yang menyejukkan, penuh siraman rohani, pencerahan dan juga motivasi seperti yang salah satunya saya dapatkan di blog Djangan Pakies (Pak Ies). Ada kepuasan tersendiri saat mampir ke blog sahabat dan meninggalkan jejak walau dengan komentar sekenanya. Menjalin silaturahmi dengan sahabat blogger, hidup terasa lebih berwarna dan kadang merasa tak sendiri saat menghadapi beban yang kian menghimpit. walaupun semua itu hanya sebatas berkomunikasi  dalam dunia maya, tak pernah saling berbicara apalagi bertatap muka. 

Aktivitas blogging terus terang lebih sering saya lakukan di kantor karena kebetulan saya dapat fasilitas komputer untuk pribadi walaupun cuma abal-abal. Tapi lumayanlah, dapat melakukan aktivitas  internetan secara gratis, hehe. Namun begitu, biasanya saya melakukan aktivitas berinternet ria hanya pada saat baru masuk kantor lalu pada saat jam istirahat dan terakhir pada jam akan pulang, kalaupun ada sahabat yang memergoki saya sedang OL diluar jam itu berarti saya sedang kebablasan, hehe. Maklumlah, sayapun manusia yang tak lepas dari khilaf dan dosa, hehe. Tapi saya tetap mencoba menahan diri untuk tidak melakukan aktivitas blogwalking disaat jam kerja walau sesekali mencuri waktu disaat  senggang atau tak ada pekerjaan. Untuk mensiasati agar tak terlalu lama blogging, seringkali dan memang sudah jadi kebiasaan draft untuk posting sudah saya buat dirumah. Sehingga kalaupun blogging di kantor, saya hanya mampir ke blog sahabat, membacanya postingannya dan meninggalkan komentar. Atau melihat postingan saya lalu senyum-senyum sendiri membaca komentar dari sahabat.


Photobucket


Yah, kira-kira begitulah sedikit cerita bagaimana aktivitas blogging saya dimulai, kemudian coba menikmatinya sebagai sarana untuk mengasah kemampuan dalam menulis juga untuk memperbanyak dan mempererat tali silaturahmi dengan sahabat dari seluruh penjuru tanah air.

Postingan ini sengaja dibuat untuk ikut berpartisipasi dalam acara Suit Sepentin Giveaway yang diadakan Djangan Pakies (Pak Ies). Acara yang diadakan dalam rangka menyongsong 17 tahun pernikahan beliau. Semoga harapan Pak Ies agar pernikahannya tetap menjadi hal yang terindah hingga akhir nanti, Insya Allah akan terkabul dan semoga beliau diberi kekuatan dalam menjalani kewajiban juga tanggung jawabnya sebagai suami, mengawal keluarga dan menjadikannya sebagai keluarga yang sakinah mawadah warohmah, Amin.
Selengkapnya...

BUNDA DIANA : MENCINTAI TANPA MELUKAI

Jumat, 15 Juli 2011

Sebenernya agak berat juga nih kalau bicara soal cinta, apalagi cinta antara 2 makhluk berlainan jenis yaitu antara pria dan wanita. Bagi saya, cinta itu suatu hal yang abu-abu. Cinta bukanlah ilmu pasti, bukan seperti matematika 1 + 1 = 2. Walau sebenarnya cinta itu bukan untuk dibicarakan tapi untuk dirasakan namun cinta tetaplah hal yang menarik untuk dibicarakan karena sudah jutaan kata, jutaan kalimat, jutaan kisah dan jutaan puisi telah tercipta, telah terucap juga telah tersurat untuk ungkapkan makna cinta. Dan masing-masing orang punya jawaban sendiri dengan arti dan makna cinta itu. Seperti yang diungkapkan Bunda Diana dalam puisinya :

Sebab, cinta adalah saat angin menggoda dedaun dan bebungaan
saat ia menerpa wajahmu dengan kelembutan
Ia tak kan pernah banyak kata dalam kehadirannya
Di mana pun, kapan pun, dan bagaimana pun caranya ia kan menyentuhmu serupa cahaya, tak terlihat namun terekam indera lainnya



Terlepas dari benar atau salah, saya berpendapat : Ketika seorang Pria memilih seorang wanita untuk menjadi pacarnya, kekasihnya atau istri untuk dicintainya. Ia akan mewujudkan bentuk cintanya itu dengan kasih sayang, perhatian, pengertian dan sebagainya kepada sang wanita. Dan begitu juga sebaliknya. Oleh sebab itu, ketika keduanya mewujudkan rasa cinta mereka dengan saling kasih mengasihi, saling memberi perhatian, saling pengertian, saling berbagi, menyatukan perbedaan, menghilangkan rasa ego masing-masing. Nah, disitulah letak makna cinta itu sesungguhnya.

Lalu jika ada pertanyaan...Dapatkah kau mencintai tanpa menyakiti?
Terus terang saya agak sulit mendapatkan jawabannya. Mencintai tapi menyakiti itu yang seperti apa? Apakah seperti over protective, cemburu yang berlebihan atau tidak boleh ini, tidak boleh itu dan sebagainya. Rasanya bohong besar bila keadaannya seperti itu masih bisa bilang cinta atau mencintai. Bila ada yang tersakiti, sepertinya telah rusak atau tersakiti pula makna cinta yang sebenarnya. Karena sekali lagi, cinta itu saling kasih mengasihi, saling memberi perhatian, saling pengertian, saling berbagi, menyatukan perbedaan, menghilangkan rasa ego masing-masing

Duh, pusing juga kalau bicara soal cinta. Tapi tak apalah, ini semata-mata untuk ikut berpartisipasi dalam acara giveaway yang diadakan oleh Bunda Diana : Mencintai Tanpa Menyakiti. Mudah-mudahan postingan yang rada ngawur dan sedikit kabur ini masih nyambung.
Selengkapnya...

AKU TERDIAM

Selasa, 21 Juni 2011

Pada akhirnya aku harus menghentikan langkah lalu terdiam. Ku kerjap-kerjapkan mata karena pandangan mataku mulai kabur. Aku tak tahu dan tak mengerti, apakah mataku mulai rabun ataukah karena memang suasana tempatku berdiri mulai berkabut. Entahlah...

Kau hanya selangkah saja didepanku tetapi aku tak mampu menatap wujudmu sesungguhnya, yang kudengar hanya suaramu. Ingin aku menggapai tubuhmu tapi aku kembali terdiam, saat kudengar tawamu. Tawa yang menggema di dinding-dinding sunyi hatiku. Tawa  riang yang tak pernah terdengar saat kau ada disisiku, tawa merdu yang tak pernah terdengar saat kau ada dipelukku.


Aku kembali terdiam... Haruskah kuurai kabut didepanku untuk mencari tahu apa yang membuatmu begitu gembira? Haruskah kugapai tubuhmu lalu menghentikan tawa riangmu? Tidak...tidak... Aku tak akan melakukan itu! Kan kubiarkan kau menikmati tawa riangmu. Kan kubiarkan kau nikmati bahagiamu. Karena mungkin aku tak pernah mampu untuk memberikannya padamu.

Aku bahagia mendengar tawamu. Tapi perlahan, aku mulai merasa kehilanganmu walau kau berada disisiku.
Selengkapnya...