Pada akhirnya aku harus menghentikan langkah lalu terdiam. Ku kerjap-kerjapkan mata karena pandangan mataku mulai kabur. Aku tak tahu dan tak mengerti, apakah mataku mulai rabun ataukah karena memang suasana tempatku berdiri mulai berkabut. Entahlah...
Kau hanya selangkah saja didepanku tetapi aku tak mampu menatap wujudmu sesungguhnya, yang kudengar hanya suaramu. Ingin aku menggapai tubuhmu tapi aku kembali terdiam, saat kudengar tawamu. Tawa yang menggema di dinding-dinding sunyi hatiku. Tawa riang yang tak pernah terdengar saat kau ada disisiku, tawa merdu yang tak pernah terdengar saat kau ada dipelukku.
Aku kembali terdiam... Haruskah kuurai kabut didepanku untuk mencari tahu apa yang membuatmu begitu gembira? Haruskah kugapai tubuhmu lalu menghentikan tawa riangmu? Tidak...tidak... Aku tak akan melakukan itu! Kan kubiarkan kau menikmati tawa riangmu. Kan kubiarkan kau nikmati bahagiamu. Karena mungkin aku tak pernah mampu untuk memberikannya padamu.
Aku bahagia mendengar tawamu. Tapi perlahan, aku mulai merasa kehilanganmu walau kau berada disisiku.
Selengkapnya...