Didalam taman banyak terdapat permainan untuk anak-anak seumur dirinya, ada sebuah jungkat-jangkit, peluncur, kuda-kudaan dari kayu juga ayunan yang menghadap langsung kesebuah kolam renang keluarga. Kolam renang itu dipagari oleh pagar kayu bercat putih yang kelihatan belum kering benar, mungkin pemiliknya berharap pagar itu berfungsi sebagai pengaman anak-anak yang bermain di situ.
Seperti halnya Vita gadis kecil itu juga selalu sendirian, tak ada teman bermain dan hanya pengasuhnya yang terlihat mendampingi dan mengawasinya bermain. Sesekali ibunya menemani itupun hanya bisa dihitung dengan jari sedangkan ayahnya tak pernah sempat mendampingi karena dilihatnya selalu sibuk bekerja, berangkat pagi dan pulang hampir larut malam.
Vita terkadang merasa kasihan dengan gadis kecil itu, pengasuhnya pun terlihat jahat sekali. Seringkali membentak bahkan terkadang memukul untuk memaksa gadis kecil itu memenuhi keinginannya. Bahkan suatu kali gadis kecil itu menangis saat jatuh terguling dari atas kuda-kudaan, padahal yang Vita lihat gadis kecil itu hanya ingin makanan yang ada ditangan pengasuhnya kalaupun diberi makanan itu dijejalkan kemulut gadis kecil itu dengan kasar. Bila ibunya melihat, bukanlah membela gadis kecil itu tapi malah ikut memarahi bahkan memukulnya sehingga gadis kecil itu menangis meraung-raung dan memanggil-manggil ayahnya. Terkadang ia juga menyebut nama seseorang, entah siapa..Vita tak tahu. Tapi ia merasa pernah mendengar nama yang disebut-sebut gadis kecil itu entah kapan ? dimana ? ia juga tak tahu.
Suatu kali di saat-saat seperti itu gadis kecil itu melihat dan menatap ke arah Vita, tatapan matanya kosong dan wajahnya tampak memelas seakan-akan minta pertolongan kepada Vita. Tapi karena Vita merasa ia juga hanya anak kecil yang seumur dengan gadis kecil itu, rasanya ia tak akan sanggup membantu. Tenaganya tentu tak akan kuat melawan pengasuh gadis kecil itu apalagi bila ibunya ikut membantu sudah pasti ia tak akan sanggup.
Suatu sore Vita kembali mencoba kembali mengajak gadis kecil itu bermain walau dilihatnya sang pengasuh ada disitu mengawasinya, tetapi gadis kecil itu tetap ketakutan dan pengasuhnyapun menarik tangan gadis itu dengan kasar untuk menghindarinya sambil membentak dan memaki Vita. " Pergi sana..! tempatmu bukan disini " maki pengasuh itu yang membuat daun telinga Vita terasa panas. Walau kesal dan marah Vita diam saja karena memang taman ini bukan miliknya, ayunan, peluncur dan kuda mainan semua milik gadis kecil itu. Ibu gadis kecil yang mengetahui Vita ada disitu juga marah dan mengusirnya lalu menarik gadis kecil berlalu masuk rumah meninggalkan Vita.
Vita merasa sakit hati dan geram, rasanya ia seperti gembel berpenyakit menular yang tak diinginkan kehadirannya. Ingin rasanya ia berlari meninggalkan tempat itu tapi kuda mainan itu menarik perhatiannya. Sudah lama ia tak merasakan asiknya bermain dengan mainan itu lalu iapun menaiki dan mengayunkan kuda-kudaan itu tanpa perduli dengan beberapa pasang mata yang mengawasinya dari balik jendela. Mungkin mereka mengawasi Vita karena takut mainan gadis kecil itu akan dibawanya. Angin semilir mengibas-ngibaskan rambutnya yang panjang saat kuda-kudaan di ayunkan dengan kencang seakan mengejek orang-orang yang mengawasinya.
Sejak kejadian itu, gadis kecil yang setiap hari bermain di taman tidak lagi kelihatan batang hidungnya padahal Vita masih setia menunggu untuk dapat bermain dengannya. Barangkali memang benar dugaan Vita sebelumnya bila ia dianggap sebagai anak yang mengidap penyakit menular sehingga gadis kecil itu masih dilarang ibu tirinya untuk main ditaman sebelum kuman-kuman penyakit hilang dari taman itu.
Sore ini bukanlah gadis kecil yang datang bermain ke taman tetapi malah seorang lelaki tua berpakaian serba hitam yang muncul. Lelaki tua itu tak pernah dilihat Vita sebelumnya, apakah lelaki itu kakek gadis kecil itu ? paman atau familinya yang lain ? Vita tak tahu. Walau lelaki tua itu berperawakan kekar dengan kumis yang melintang di bawah hidung tetapi lelaki tua itu mempunyai kebiasaan yang aneh menurut Vita, setiap sore ia membakar arang pada beberapa wadah yang terbuat dari tanah liat. Setelah arang dibakar, wadah-wadah itu ia tempatkan disetiap sudut rumah dan satu lagi diletakkan persis di bawah ayunan yang ada di taman. Vita tak tahu apa maksud dari tingkah laku lelaki tua itu , kadang-kadang terlihat ia komat-kamit sendiri seperti orang gila atau seperti berbicara dengan orang lain..entah dengan siapa ia berbicara.
Sesekali Vita juga melihat lelaki tua itu menari-nari sambil bernyanyi dengan kata-kata yang tak jelas maknanya, Pikir Vita lelaki itu tampaknya memang kurang waras. Rasanya Vita ingin tertawa melihat semua itu tapi nyanyian lelaki tua itu sungguh tidak mengenakkan, gendang telinganya tiba-tiba terasa panas ditambah asap-asap yang mengepul dari arang yang dibakar membuat dadanya sesak dan sulit bernapas. Dan Vitapun segera menyingkir jauh-jauh setiap kali melihat lelaki itu membakar arang dan mulai bernyanyi.
Tapi sore ini lelaki tua itu tak muncul lagi, tak ada lagi arang yang di bakar dan tak ada lagi nyanyian yang menyakitkan gendang telinga. Yang kini tinggal hanyalah harumnya bunga-bunga yang ada di taman dan lembutnya semilir angin yang berhembus.
Vita mendekati gadis kecil itu perlahan, ia berpikir inilah kesempatannya untuk dapat mengajaknya bermain. Tiba-tiba pengasuh gadis kecil itu datang dan langsung merengut tangannya, karena keinginannya untuk dapat bermain dengan gadis kecil itu Vitapun mencoba menahan. Pengasuh itu terlihat marah lalu mengucapkan kata-kata yang bahasanya tak di mengerti oleh Vita, sedangkan gadis kecil itu hanya bisa menjerit dan menangis sambil memanggil-manggil ayahnya. Tak berapa kemudian ayah dan ibunya berhamburan keluar kemudian berlari menghampiri tapi Vita tetap tak mau melepaskan pegangannya.
Namun Vita tiba-tiba terhenyak saat merasakan ada sesuatu yang menyentuh punggungnya. Iapun segera berbalik dan melihat seorang kakek tua berpakaian serba putih dengan rambut panjang yang juga putih memegang pundak sambil tersenyum kepadanya.
Vita ingin berontak tetapi suara lembut dari kakek tua itu menyejukkan hatinya, ia percaya apa yang diucapkan kakek tua itu. Vitapun tak mengelak saat kakek itu menggamit lengannya dan mengajak pergi. Dilihatnya gadis kecil itu masih menangis dipelukan ayah dan ibunya, merekapun menatap Vita dengan wajah yang menyiratkan rasa kesedihan yang mendalam.
2 komentar:
mas.. tulisannya bagus..
sekedar masukan dari saya pribadi mungkin, satu alinea jangan di buat terlalu panjang donk.. agak capek mata membacanya klo terlalu panjang..
tapi every thing it's ok..
Terima kasih mas..justru masukan2 seperti ini yang saya harapkan.
Posting Komentar