KUE SUDAH TERASA PAHIT ?

Rabu, 09 Maret 2011

Hari itu telah terpilih seorang kepala kampung yang baru dikampung SAUDAGAR. Dan sesuai adat yang sudah turun temurun, sang kepala kampung yang baru akan mengadakan pesta tujuh hari tujuh malam atau bila perlu sebulan penuh, tergantung seberapa banyak upeti yang diterima dari para pendukung. Disetiap pesta akan dihadiri oleh seluruh penduduk kampung dan sang kepala kampung yang barupun tak perduli siapa pendukung dan siapa yang tidak mendukung, semuanya diundang pesta tanpa terkecuali.

Namun tetap ada perbedaan yaitu tempat duduk para tamu saat pesta. Kelompok saudagar-saudagar yang mendukungnya ditempatkan disebuah meja besar sebelah kanan, kelompok saudagar bukan pendukung menempati meja besar disebelah kiri, sedangkan rakyat jelata duduk beralaskan tikar yang letaknya agak jauh dari kedua meja besar tadi. Sengaja ditempatkan agak jauh karena kepala kampung tak ingin mereka tahu makanan apa yang dihidangkan untuk para saudagar, "mencegah kecemburuan sosial," katanya. Padahal sebenarnya para rakyat jelata  tetap tahu walau hanya mencium dari baunya saja.


Dimeja besar dimana para saudagar bukan pendukung berkumpul, duduk seorang saudagar wanita yang selalu saja bermuka masam. Dia memang masih kesal dengan sang kepala kampung yang baru, dan dia merasa sang kepala kampung tak tahu berterima kasih, menusuk dari belakang. Padahal saudagar wanita itu merasa dialah yang telah mengangkat derajat sang kepala kampung tetapi kini malah menjadi pemimpinnya. Saudagar wanita itu masih tak rela jika posisinya sekarang lebih rendah, dan dia pun selalu menggerutu walau akan tetap menyantap makanan yang disediakan sampai habis.

Pesta sudah dimulai dan makananpun sudah dihidangkan, rakyat jelata bersuka cita mendapat porsi makanan berupa ikan asin, sayur asem, tahu serta tempe. Sedangkan para saudagar mendapat jatah porsi makanan berupa daging ayam, sapi, kerbau, sate kambing, kambing guling serta makanan yang serba wah lainnya. Semua saudagar mendapat jatah yang sama, baik yang mendukung maupun yang tidak. Namun yang berbeda adalah setiap saudagar yang mendukung mendapat satu porsi kue lezat sebagai makanan penutup sedangkan kelompok saudagar yang tidak mendukung tak mendapatkannya.

Hari ini sudah menjadi hari ke tujuh sejak pesta dimulai namun pesta masih meriah saja. Tetapi ada yang aneh dengan kelompok para saudagar pendukung, tiba-tiba saja ada sebagian dari mereka yang berpindah tempat duduk ke meja besar tempat para saudagar bukan pendukung dan mulai ngerumpi di sana.  Apa yang telah terjadi? Apakah porsi kue yang diberikan kurang besar? Apakah kue lezat yang diberikan sang kepala kampung sudah mulai terasa pahit? Ataukah mereka iri karena mereka selalu mendapat kue kering sedangkan yang lain mendapat kue basah?

Rakyat jelata hanya bisa menonton apa yang terjadi dan tak sedikitpun berharap mendapat jatah kue karena itu tidak mungkin. Mereka hanya berharap, nasi putih, ikan asin, sayur dan juga tahu tempe yang menjadi jatah mereka tak akan berkurang sedikitpun. Duhai...alangkah indahnya negeri ini.

9 komentar:

Unknown mengatakan...

cerita yg mengandung ironi bagi negeri . kereen....

wits mengatakan...

wah gap yg nyata di negeri ini sepertinya terimplementasi melalui cerita penuh makna di atas..

salam

Hariyanti Sukma mengatakan...

emang di masyarakat sering banget kita temukan hal yg spt itu, ya ...sedih banget ...

Anonim mengatakan...

salam kenal yah...mksih udah follow blogku dan tenang aja, aku follow juga kok

Rin mengatakan...

Bang Pendi, Tanggung jawab! abis baca ini aku langsung pengen sayur asem, ikan asin sama tahu tempenya looh. *ngiler* *kebayang langsung dapet seporsi lengkap didepan mata* Ga papa deh ga dapet sate, kolesterool! hihi :D

Anonim mengatakan...

mksih atas kunjungannya yah..tapi ke-2 blonya kenapa belum update?

Ummi Ubay mengatakan...

miris emang liat bangsa ini >.<

Hariyanti Sukma mengatakan...

nengok kalo2 ada postingan baru nih !!!

Unknown mengatakan...

Sudah menjadi suratan di alam ini gajah berkumpul dengan gajah, macan dengan macan, ular dengan ular, kancil dengan kancil, ikan dengan ikan dan semut dengan semut. Semuanya menduduki 'kursinya' masing-masing. Dunia laksana 'panggung sandiwara'. Ada yang jadi 'raja' dan ada yang jadi 'rakyat'. Semua berperan sesuai dengan skenario sutradaranya.

Posting Komentar